Soal:
Apakah hukum memakai jaket, tas, termasuk dompet, tali pinggang, sepatu dan
lain-lain yang sejenisnya yang bahan pembuatannya dari kulit khinzir?
Jawab:
Dalam hal ini para ulama berbeza pendapat, sebahagian mengharuskan (membolehkan) dan sebagian
lagi mengharamkan.
Mereka yang membolehkan memakai benda-benda tersebut, dengan alasan antara lain:
Yang diharamkan oleh Allah daripada khinzir adalah memakan dagingnya (lahm al-khinziir) di dalam pengharaman khinzir Allah secara spesifik menyebut dagingnya. Hal ini berbeda dengan pengharaman hewan-hewan haram lainnya, dimana Allah menyebut hewannya. Misalnya, ketika menyebut keharaman bangkai, Allah menyebutnya hurrimat alaikum al-maitah (diharamkan ke atas kamu; bangkai), dengan kata lain yang haram dari bangkai adalah seluruh anggotanya baik daging maupun kulitnya.
Rasulullah s.a.w menjelaskan bahwa penyamakan (pengolahan) kulit bangkai itu membuat kulit tersebut menjadi suci. Oleh itu, hukum asal kulit bangkai adalah najis, kemudian menjadi suci setelah disamak, mengapa hal ini tidak berlaku bagi kulit khinzir? Sepatutnya, meski kulit khinzir itu hukum asalnya adalah najis (sebab keharaman dagingnya), namun dengan disamak maka hilanglah status najisnya itu, sebagaimana hilangnya status najis kulit bangkai setelah disamak.
Ala kulli hal, bagi yang tetap was-was (ragu-ragu) dan tidak selesa menggunakan produk-produk yang berbahan kulit khinzir, maka sebaiknya ditinggalkan saja (jangan dipakai), sebagaimana maksud daripada sabda Rasulullah Saw;
Mereka yang membolehkan memakai benda-benda tersebut, dengan alasan antara lain:
Yang diharamkan oleh Allah daripada khinzir adalah memakan dagingnya (lahm al-khinziir) di dalam pengharaman khinzir Allah secara spesifik menyebut dagingnya. Hal ini berbeda dengan pengharaman hewan-hewan haram lainnya, dimana Allah menyebut hewannya. Misalnya, ketika menyebut keharaman bangkai, Allah menyebutnya hurrimat alaikum al-maitah (diharamkan ke atas kamu; bangkai), dengan kata lain yang haram dari bangkai adalah seluruh anggotanya baik daging maupun kulitnya.
Rasulullah s.a.w menjelaskan bahwa penyamakan (pengolahan) kulit bangkai itu membuat kulit tersebut menjadi suci. Oleh itu, hukum asal kulit bangkai adalah najis, kemudian menjadi suci setelah disamak, mengapa hal ini tidak berlaku bagi kulit khinzir? Sepatutnya, meski kulit khinzir itu hukum asalnya adalah najis (sebab keharaman dagingnya), namun dengan disamak maka hilanglah status najisnya itu, sebagaimana hilangnya status najis kulit bangkai setelah disamak.
Ala kulli hal, bagi yang tetap was-was (ragu-ragu) dan tidak selesa menggunakan produk-produk yang berbahan kulit khinzir, maka sebaiknya ditinggalkan saja (jangan dipakai), sebagaimana maksud daripada sabda Rasulullah Saw;
دَعْ مَا يَرِيبُكَ
إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ.
“Tinggalkan
apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu”[3]
Pakailah benda-benda yang jelas terbuat dari kulit
hewan yang status dagingnya halal, seperti kulit sapi atau kambing yang matinya
dengan disembelih dengan menyebut nama Allah (Bismillah) atau tepatnya, bukan bangkai. Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment