Wednesday, June 19, 2013

YAS'ALUNAK

Kedudukan Mahram Sementara (Ipar)

Soal : AssalamView blogu alaikum pak Ustaz .., saya adalah seorang wanita yang sudah balligh, apakah benar saya tidak boleh berjabatan tangan dengan suami daripada makcik saya disebabkan dia bukan muhrim dengan saya ?

Jawab : Wa alaikum salam wr wb ..., sebelum menjawab soalan ini saya terlebih dahulu memperbetulkan istilah yang salah-kaprah dari sudut bahasa dan syara’ namun ianya sudah menjadi kebiasaan di masyarakat Melayu kita, soalan di atas sebenarnya berkaitan dengan mahram yaitu; orang lelaki atau perempuan yang dilarang dinikahi.

Masyarakat Melayu kita biasa menyebut mahram dengan sebutan muhrim, padahal istilah muhrim dari sudut bahasa dan syara’ biasa digunakan dalam pengertian; orang yang berihram, perhatikan hadits di bawah ini;
عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، قَالَ: «أُتِيَ النَّبِيُّ صل الله عليه وسلم بِلَحْمِ صَيْدٍ، وَهُوَ مُحْرِمٌ، فَلَمْ يَأْكُلْهُ».
Dari Ali bin Abi Thalib dia berkata; Dihidangkan kepada Nabi Saw daging hewan buruan, sedangkan beliau dalam keadaan ihram maka beliau tidak memakannya.” HR. Ibnu Majah (K. al-Manasik) : 3091. Tahqiq syaikh al-Albani : Shahih.

Adapun orang lelaki atau perempuan yang dilarang dinikahi disebut dengan istilah mahram, perhatikan hadits di bawah ini;
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنه: أَنَّ النَّبِيَّ صل الله عليه وسلم قَالَ: «لاَ تُسَافِرِ المَرْأَةُ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ».
Dari Ibnu Umar Ra dia berkata; Sesungguhnya Nabi Saw bersabda; Seorang wanita selama tidak boleh bepergian selama tiga hari kecuali bersama mahram.” HR. Al-Bukhari (K. al-Jumu’ah) : 1086.

Dasar hukum yang menjadi ketentuan siapa sajakah yang tidak boleh dinikahi telah ditetapkan oleh Allah di dalam al-Qur’an :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ  ... إلخ.
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan .., dst.” QS. an-Nisa’ : 23

Pada ayat di atas secara garis besar Allah Swt menjelaskan bahwa bagi orang lelaki yang masuk dalam kategori mahram (di haramkan untuk dinikahi adalah :

1.      Ibu (berlaku ke atas termasuk nenek yakni ibunya ibu dan juga ibunya ayah).
2.      Anak-anak perempuan (juga berlaku ke bawah yakni cucu perempuan).
3.      Saudara  perempuan
4.      Makcik dari sebelah ayah (saudara perempuannya ayah).
5.      Makcik dari sebelah ibu (saudara perempuannya ayah)
6.      Keponakan perempuan dari sebelah saudara lelaki (anak-anak perempuan dari saudara laki-laki)
7.  Keponakan perempuan dari sebelah saudara perempuan (anak-anak perempuan dari saudara perempuan)
8.      Ibu susuan (berlaku ke atas termasuk nenek yakni ibunya ibu susuan dan juga ibunya ayah susuan).
9.      Saudara perempuan sepersusuan.
10.  Ibunya isteri (mertua).
11.  Anak tiri (yaitu anaknya isteri yang telah dijima’, tetapi jika belum dijima’ dan isteri sudah dicerai maka boleh menikah dengan bekas anak tiri yang demikian.
12.  Isterinya anak kandung (menantu).
13.  Mengumpulkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara.
Kedudukan suaminya makcik bagi seorang perempuan atau sebaliknya istrinya pakcik bagi orang lelaki masuk dalam ketentuan;
وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأُخْتَيْنِ.
Dan mengumpulkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara …,

Artinya saudara perempuannya isteri dalam istilah Melayu disebut sebagai saudara ipar, adalah mahram sementara bagi si lelaki, maksudnya; selagi masih ada ikatan pernikahan antara si lelaki tersebut dengan isterinya maka kedudukan saudara perempuannya isteri itu mahram (haram dinikahi), adapun jika si lelaki tersebut kemudian bercerai dengan isterinya atau isterinya meninggal dunia, maka dia sudah tidak mahram lagi dengan saudara perempuan bekas isterinya (artinya dia boleh menikahi saudara perempuan bekas isterinya tersebut), yang masuk dalam ketentuan hukum mahram sementara (ipar) bukan hanya adik beradik perempuannya isteri saja, akan tetapi sebagai berikut;

1.      Bagi seorang lelaki yang disebut ipar adalah;
-          Adik-beradik perempuannya istri.
-          Istri dari pakcik (makcik sementara).
-          Istri dari anak saudara (keponakan perempuan sementara).

2.      Sedangkan bagi seorang wanita yang disebut ipar adalah;
-          Adik-beradik lelakinya suami.
-          Suami dari makcik (pakcik sementara).
-          Suami dari anak saudara (keponakan lelaki sementara).

Yang sering menjadi pertanyaan adalah bolehkah seorang lelaki berjabat tangan dengan perempuan yang berstatus mahram sementara (ipar) ?

Kebanyakan akan menjawab tidak boleh, berdasarkan hadits;
عَنْ عُرْوَةَ، أَنَّ عَائِشَةَ، أَخْبَرَتْهُ، عَنْ بَيْعَةِ النِّسَاءِ، قَالَتْ: مَا مَسَّ رَسُولُ اللهِ صل الله عليه وسلم بِيَدِهِ امْرَأَةً قَطُّ.
Dari ‘Urwah sesungguhnya ‘Aisyah mengabari kepadanya tentang bai’atnya kaum wanita, dia berkata; Rasulullah e sama sekali tidak pernah menyentuh perempuan (yang tidak mahram) dengan tangannya.” HR. Muslim (K. al-Imarah) : 1866.



Atau hadits yang seumpama dengan yang terdapat pada ilustrasi di atas.

Jawaban yang demikian tidak sepenuhnya benar, sebab hadits-hadits di atas masih bersifat "mujmal" (global) yang belum bisa dijadikan dasar hukum ditambah lagi hadits tersebut tidak bersifat melarang, sedangkan hadits yang lebih detail membahas masalah ini menunjukkan diperbolehkannya bersentuhan antara seorang lelaki dengan wanita yang mahram sementara, berdasarkan hadits ;
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رضي الله عنهما، قَالَتْ: ... فَجِئْتُ يَوْمًا وَالنَّوَى عَلَى رَأْسِي، فَلَقِيتُ رَسُولَ اللهِ صل الله عليه وسلم وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنَ الأَنْصَارِ، فَدَعَانِي ثُمَّ قَالَ: «إِخْ إِخْ» لِيَحْمِلَنِي خَلْفَهُ، فَاسْتَحْيَيْتُ أَنْ أَسِيرَ مَعَ الرِّجَالِ.
Dari Asma’ binti Abi Bakr dia berkata :  Saya membawa benih kurma di atas kepala saya, aku berpapasan dengan Rasulullah Saw bersama beberpa orang Anshar, kemudian Rasulullah Saw bersabda: Ikh, ikh (sini, sini) dengan maksud agar beliau bisa membonceng saya di belakangnya, tetapi saya merasa malu untuk berjalan bersama orang-orang lelaki HR. Al-Bukhari (K. an-Nikah) : 5224.

Asma' binti Abu Bakr adalah kakak dari ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha dengan kata lain Asma' adalah saudara ipar Rasulullah Saw, maka berdasarkan hadits di atas jelaslah bahwa seorang lelaki boleh bersentuhan termasuk berjabat tangan dengan perempuan yang berstatus mahram sementara (ipar).

Namun jika ada orang yang memilih bersikap hati-hati dan tidak mahu bersalaman dengan perempuan yang  bersatatus mahram sementara (ipar) itu diperbolehkan selama dia tidak menghukumi hal tersebut sebagai sesuatu yang haram, sebab hal itu sama dengan mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan oleh Allah dan Rasulullah Saw.

Semoga Allah memberi manfaat dan barokah.

Ust. Ihsan Muhyidiin
HP : + 65-97935769
email : ihsanmuhyiddin@gmail.com

No comments:

Wasatiyyah Concept

Wasatiyyah is a moderate concept in Islamic practice. The word wasatiyyah is derived from the word wasatan (وسطا) found in the Qur'an...