HUKUM PUASA RAMADHAN BAGI MUSAFIR YANG MENETAP BEBERAPA HARI DI DESTINASI PERJALANANNYA
Soal
: Ustaz di dalam bulan Ramadhan saya mendapat tugas selama tiga minggu di luar negara, apakah selama di luar negara itu saya boleh berpuasa dan
menqashar shalat ? dan apakah saya wajib melaksanakan shalat jumat ?
Jawab
: Mengenai qasahr shalat tidak diragukan lagi bahwa selama masih
berstatus musafir anda diperbolehkan untuk mengqashar shalat, berdasarkan
dalil;
عَنْ عَائِشَةَ
زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهَا قَالَتْ: «فُرِضَتِ
الصَّلَاةُ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ، فَأُقِرَّتْ
صَلَاةُ السَّفَرِ، وَزِيدَ فِي صَلَاةِ الْحَضَرِ»
“Dari Aisyah isteri Nabi saw,
sesungguhnya dia berkata; Shalat (fardhu) saat pertama diwajibkan adalah hanya
dua rakat saja baik di rumah maupun di dalam bepergian, kemudian (dua rakaat
tersebut) ditetapkan untuk shalat dalam keadaan safar (bepergian) dan ditambah
untuk shalat di rumah.”
HR. Muslim (K. Shalah al-musafirin wa qashriha) : 685.
Demikian
pula dengan shalat jumat sebagai musafir anda tidak terkena kewajiban shalat
jum’at.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ،
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَيْسَ عَلَى
الْمُسَافِرِ جُمُعَةٌ»
“Dari Ibnu Umar dari Nabi saw,
beliau bersabda; Tidak ada kewajiban shalat jum’at bagi musafir.” HR.
Ad-Daruquthni (K. Shalah) : 1582.
Adapun
mengenai puasa maka melihat situasi di tempat anda bertempat, dan jenis
pekerjaan anda, jika di tempat itu anda mendapat kemudahan-kemudahan layaknya
di rumah sendiri, seperti kemudahan tempat tinggal, kemudahan tersedianya bahan
makanan dsb, termasuk jadwal kerja dan jenis pekerjaan yang tidak terlalu berat
seumpama pekerjaan di negeri sendiri maka tidak syak lagi bahwa anda tetap
wajib melaksanakan puasa dengan beberapa sebab :
1.
Siapa saja mukallaf (orang Islam yang balligh dan berakal) yang dalam
kondisi mampu menjumpai bulan Ramadhan maka dia berkewajiban berpuasa,
berdasarkan firman Allah;
" فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ"
“Barang
siapa di antara kalian yang menjumpai bulan Ramadhan maka dia hendaklah (wajib)
berpuasa.” QS. Al-Baqarah : 185.
2.
Uzur yang membolehkan seorang mukallaf untuk tidak berpuasa adalah jika
adanya perkara-perkara yang membuat dia tidak mampu untuk melaksanakan puasa
tersebut, seperti usia tua, wanita hamil, wanita yang menyusui, orang yang
sakit dan orang yang sedang bepergian. Di dalam kasus orang yang bepergian
Allah menyebutnya dengan istilah;
“au alaa safar” (atau atas keadaan safar), Oleh imam Ibnu Katsir dijelaskan maksudnya
adalah; “fi haalati as-safar” (saat masih diperjalanannya). Hal ini dikarenakan
beratnya perjalanan itu, bukan ketika sudah bertempat di destinasi
perjalanannya.” QS. Al-Baqarah : 185.
3. Tujuan Allah memberi keringanan
bagi musafir untuk tidak bepuasa karena Allah ingin memberi kemudahan bagi kita
umat Islam yang sedang dalam bepergian agar tidak terbebani kewajiban yang
diluar kemampuan, dalam hal ini Allah berfirman;
يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ
وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ
“Allah menghendaki kemudahan bagi
kalian dan Allah tidak menghendaki kesukaran dan (diberi kesempatan membayar
puasa Ramadhan di bulan lain itu) agar kalian tetap dapat menyempurnakan
hitungan puasa.” QS. Al-Baqarah : 185.
Bukan untuk ifrath
(memudah-mudahkan urusan agama) atau taladzudz (mencari kelezatan
semata).
4. Bulan Ramadhan adalah bulan
istimewa, bulan yang Allah memerdekakan beberapa orang dari ancaman api neraka maka sungguh rugi jika kita mencari-cari alasan untuk tidak berpuasa sedangkan kita mampu untuk melakukannya, mengenai keistimewaan bulan Ramadhan tercermin dari hadits di bawah ini ;
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا
كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ،
وَمَرَدَةُ الجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا
بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ،
وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ
أَقْصِرْ، وَللهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ"
“Dari Abi Hurairah ra dia
berkata, Rasulullah saw bersabda; Ketika msauk awal malam bulan Ramadhan, maka
setan-setan dan jin yang liar diikat, pintu-pintu neraka dikunci sehingga tidak
ada satupun pintunya yang terbuka, pintu-pintu surga dibuka sehingga tidak ada
satupun pintunya yang terkunci, dan ada orang (Malaikat) yang berseru; Wahai
pencari kebaikan kemarilah dan wahai pencari kejelekan (maksiat) berhentilah,
dan (di bulan Ramadhan) Allah memerdekakan orang-orang (tertentu) dari neraka,
demikian itu setiap malam.” HR. At-Tirmidzi : (Abwabu as-Shaum) :
682. Tahqiq al-Albani : Shahih.
Namun jika tugas anda di luar Negara
tersebut tidak didukung dengan kemudahan-kemudahan yang memungkinkan anda untuk
berpuasa ditambah lagi dengan jenis pekerjaan yang berat maka anda termasuk
musafir yang mendapat rukhshah (kemurahan) untuk tidak berpuasa.
Jika merujuk fatwa para ulama’ mutaqaddimin
dan kitab-kitab fiqih klasik memang kita jumpai umumnya mereka membolehkan
orang yang berstatus musafir untuk tidak berpuasa selama belum kembali ke
rumahnya.
Hal ini kemudian disalah-fahami oleh
segelintir orang yang senang bertafrith di dalam urusan agama, sebagai
contoh ada satu keluarga dari sebuah pesantren di Indonesia yang sengaja
holiday ke Singapura, di Singapura mereka menginap di tempat penginapan yang
layak dengan fasilitas cukup baik dan oleh tuan rumah disediakan makan dan
minuman untuk sahur dan berbuka.
Namun sungguh menyedihkan selama
beberapa hari di Singapura mereka sengaja tidak berpuasa, karena menurut mereka
sebagai musafir mereka mendapat kemurahan untuk tidak berpuasa, sehingga mereka
bisa enjoy shopping di Orchard road, menghabiskan hari dari pagi hingga petang
di Universal studio, Siloso Beach Sentosa dll.
Sungguh fenomena yang sangat
menyedihkan, sebab ini bisa menjadi sunnah sayyi’ah (contoh yang buruk),
bayangkan jika sebagian besar umat Islam kemudian memilih bulan Ramadhan untuk
Holiday, ada yang ke Eropa, ada yang ke Amerika, Korea, Thailand dsb dan
umumnya mereka tidak berpuasa karena berpegang atas fatwa para ulama tempo dulu
serta kitab-kitab fiqih klasik maka apa jadinya dengan umat Islam di masa
mendatang ? tidak menutup kemungkinan jika kemudian Ramadahan hanya dikenal
sebagai salah satu dari nama bulan-bulan Islam saja, tanpa ada amalan puasanya,
wa al-iyadzu billah.
Para ulama terdahulu tidak salah
ketika memberi fatwa seperti itu, bahwa musafir walaupun sudah beberapa hari
menetap di destanasinya mendapat
kemurahan untuk tidak berpuasa, disebabkan situasi pada saat itu umumnya
musafir akan menjumpai kesulitan-kesulitan yang banyak berkaitan dengan tempat
tinggal, keperluan makan minum dsb, sekalipun dia bertempat di destinasi
perjalanannya itu.
Berbeda dengan situasi sekarang yang
walaupun tidak di rumah sendiri, seorang musafir walaupun di luar Negara namun pada
umumnya menjumpai kemudahan-kemudahan layaknya di rumah sendiri, seperti
tinggal di hotel atau tinggal (menginap) di rumah teman atau saudara yang
memungkinkan tersedianya kemudahan-kemudahan seperti di rumah sendiri.
Termasuk bagi orang yang
melaksanakan ibadah umrah di bulan Ramadhan yang umumnya tinggal di hotel dan
mendapat fasilitas serta kemudahan jauh lebih baik daripada di rumah sendiri
maka tidak syak lagi bahwa dia tetap wajib melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Wallahu
a’lam.
No comments:
Post a Comment