TAFSIR AT-THABAJudul kitabnya adalah; Jami’ al-Bayan
Fi Tafsir al-Qur’an. Pengarangnya Ibnu Jarir at-Thabari, kuniyahnya
Abu Ja’far. Lahir tahun 224 H, Wafat tahun 310 H.
Kitab ini pernah menghilang, namun kemudian
Allah menakdirkannya muncul kembali; naskah manuskripnya didapati tersimpan
pada seorang amir (gubernur) yang mengundurkan diri yaitu Amir Hammud
bin Abdur Rasyid salah seorang penguasa Najed.
Kitab ini dikenal dengan sebutan Tafsir
at-Thabary, yang pembahasannya didasarkan atas riwayat-riwayat dari
Rasulullah Saw, para Shahabat, dan Tabi’in. Kitab ini merupakan salah satu karya tafsir
yang paling terkenal dan dijadikan rujukan oleh hampir setiap
ulama. Tafsir ini menjadi referensi utama serta pokok bahasan bagi
tafsir-tafsir berikutnya.
Metodologi Tafsirnya
Metodolog tafsir yang dipakai oleh at-Thabari ialah, apabila dia hendak menafsirkan suatu ayat, dia berkata;
“Pendapat-pendapat mengenai tafsir atau ta’wil ayat ini adalah begini
dan begitu.” Lalu dia menafsirkannya berdasarkan kepada pandangan sahabat dan
tabi'in yang diriwayatkan secara lengkap, yakni dengan metode tafsir bil
ma’tsur.
At-Thabari juga menggunakan komparasi
kritis, artinya memaparkan segala riwayat atau pendapat yang berkenaan dengan ayat yang ditafsirkan
kemudian dia mentarjihnya.
Pendekatan bahasa pun turut digunakannya, terutama dalam aspek i’rabnya, dalam hal ini dia tidak melupakan syair-syair Arab kuno dan mazhab-mazhab ilmu nahwu.
Masalah qira’at tidak luput dari perhatiannya, di dalam tafsirnya dia menyebut bermacam-macam versi qira’at, untuk membandingkan makna suatu ayat.
Pembahasan mengenai fiqh dibuat sangat menarik, di mana dikemukakan pendapat hukum yang independen dan persoalan-persoalan fiqh yang berbeda dari keempat madzhab yang sudah mapan di kalangan Ahlussunnah.
Pendekatan bahasa pun turut digunakannya, terutama dalam aspek i’rabnya, dalam hal ini dia tidak melupakan syair-syair Arab kuno dan mazhab-mazhab ilmu nahwu.
Masalah qira’at tidak luput dari perhatiannya, di dalam tafsirnya dia menyebut bermacam-macam versi qira’at, untuk membandingkan makna suatu ayat.
Pembahasan mengenai fiqh dibuat sangat menarik, di mana dikemukakan pendapat hukum yang independen dan persoalan-persoalan fiqh yang berbeda dari keempat madzhab yang sudah mapan di kalangan Ahlussunnah.
Tafsir ini tidak terlepas dari perdebatan teologis yang
begitu menonjol pada masanya, sehingga di dalamnya terdapat kritik atau
bantahan terhadap mazhab teologi yang menyimpang seperti Qadariyah dan Jabariyah.
Penilaian Para Ulama
Ketika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
ditanyakan tentang tafsir mana yang lebih dekat kepada al-Qur’an dan Sunnah? Ia
menjawab bahwa di antara semua tafsir yang ada pada kita sekarang, tafsir
Muhammad bin Jarir at-Thabari adalah yang paling otentik. Ia menambahkan, at-Thabari
dalam tafsirnya memuat ajaran-ajaran salaf dengan rangkaian sanad
yang mapan dan tidak ada bid’ah di dalamnya.
Catatan: Di masa Ibnu Taimiyah belum muncul tafsir Ibnu Katsir, sebab Imam Ibnu Katsir adalah murid dari sayikh Ibnu Qayyim al-Jauziyah yang merupakan murid dari syaikh Ibnu Taimiyyah, juga ada riwayat yang menyatakan bahwa Ibnu Katsir juga pernah belajar kepada syaikh Ibnu Taimiyah.
Catatan: Di masa Ibnu Taimiyah belum muncul tafsir Ibnu Katsir, sebab Imam Ibnu Katsir adalah murid dari sayikh Ibnu Qayyim al-Jauziyah yang merupakan murid dari syaikh Ibnu Taimiyyah, juga ada riwayat yang menyatakan bahwa Ibnu Katsir juga pernah belajar kepada syaikh Ibnu Taimiyah.
Imam an-Nawawi mengatakan; Umat telah
sepakat bahwa belum pernah ada kitab tafsir yang sekaliber karya at-Thabari
ini.
Menurut as-Suyuthi, kitab tafsir
at-Thabari ini adalah tafsir yang paling besar dan luas, di dalamnya ia banyak mengemukakan berbagai pendapat,
kemudian mempertimbangkan mana yang paling kuat, masalah bahasa dan pengambilan
hukum juga tidak ketinggalan dibahas.
No comments:
Post a Comment