Soal:
Mohon dijelaskan tentang kedudukan hadits tentang shalat tasbih, sebab
ada yang mengatakan bahwa shalat tasbih tidak boleh dikerjakan sebab haditsnya dhaif.
Jawab: Berikut
ini adalah hadits tentang shalat tasbih yang diriwayatkan oleh imam Abu
Dawud di dalam kitab haditsnya “Sunan Abu Dawud” :
حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ بِشْرِ بْنِ الْحَكَمِ النَّيْسَابُورِيُّ، حَدَّثَنَا
مُوسَى بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، حَدَّثَنَا الْحَكَمُ بْنُ أَبَانَ، عَنْ
عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ
رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ
الْمُطَّلِبِ: يَا عَبَّاسُ، يَا عَمَّاهُ، أَلَا أُعْطِيكَ، الحديث
“Dari Ibnu Abbas; Sesungguhnya Rasulullah Saw berkata kepada
Abbas bin Abdilmutthalib; Wahai Abbas, wahai paman, mahukah anda saya beri … ?,
dst”[1]
Hadits
tentang shalat tasbih yang diriwayatkan oleh imam Abu Dawud di atas, berdasarkan
penelitian para ulama’ ahli hadits (diantaranya syaikh Albani) bahwa kedudukannya adalah;
shahih. Demikian pula dengan hasil penelitian saya sendiri atas kedudukan hadits tersebut maka menghasilkan kesimpulan yang sama.
Adapun
yang selama ini tersiar berita bahwa hadits tentang shalat tasbih kedudukannya
adalah maudhu’ (palsu) atau setidak-tidaknya dhaif, ini adalah
berita yang tidak benar.
Memang
benar bahwa Ibnu al-Jauzi (wafat 597 H) memasukkan hadits tentang shalat
tasbih dalam kitabnya “Al-Maudhu’at”
dan digolongkan sebagai hadist maudhu’
(palsu).
Namun
yang menjadi objek penelitiannya bukanlah hadits tentang shalat tasbih riwayat
Abu Dawud di atas melainkan riwayat ad-Daruquthni.[2]
Sehingga
suatu kesimpulan yang sembrono dan tidak ilmiah jika kemudian dipukul rata
bahwa semua hadits tentang tasbih kedudukannya dhaif atau bahkan
palsu.
Lebih
tidak ilmiah lagi ada yang beralasan bahwa kedhaifan hadits tentang
shalat tasbih disebabkan pelaksanaannya nyleneh (aneh) atau berbeda
dengan tatacara shalat secara umumnya, sebab tidak ada tasyahud awalnya.
Pendapat
seperti ini adalah pendapat yang sangat tidak ilmiah dan sama sekali tidak
dapat diterima dari sudut ilmu hadits (musthalah hadits), sebab untuk
mendhaifkan atau mamaudhu’kan suatu hadits tidak bisa semata-mata
bertumpu kepada isi matan hadits tersebut, melainkan lebih ditekankan kepada
penelitian atas martabat para perawi di dalam sanadnya.
Jika
kaifiyat atau tata-caranya yang dipermasalahkan karena berbeda dengan
tata cara shalat pada umumnya, sehingga disimpulkan bahwa hadits tentang shalat
tasbih semuanya dhaif atau maudhu’, maka bagaimanakah dengan;
-
Shalat
istisqa’ (mohon hujan) yang setiap
rakaatnya ada dua kali ruku’ ?
-
Shalat
ied (hari raya) yang takbirnya hingga 7 dan 5 kali ?
-
Shalat
jenazah yang tidak ada ruku’ dan sujudnya ?
No comments:
Post a Comment