Soal: Mohon dijelaskan mengenai wanita hamil dan menyusui apakah
jika mereka tidak berpuasa wajib mengqadha’ puasanya ? sebab saya confuse
mengatakan wajib mengganti puasa dan juga membayar fidyah, namun juga
ada yang mengatakan wajib mengganti dengan berpuasa saja, yang manakah yang
benar ?
Jawab: Para ulama berbeda pendapat
dalam masalah ini.
Sebagian ulama
berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui jika tidak
berpuasa dikenakan ketentuan membayar fidyah dan membayar puasa. Namun pendapat
tersebut mempunyai kelemahan yang mendasar dan bertentangan dengan prinsip
keadilan syari’ah;
- Pertama;
Orang hamil atau menyusui tidak berpuasa bukan atas dasar suka-suka, mereka tidak berpuasa sebab adanya uzur (berkaitan dengan kesehatan dirinya dan bayi yang dikandungnya), sedangkan
kaedah fiqh yang dibina oleh para ulama adalah; "Al-masyaqqah tajlibu at-taisir" (keadaan berat menarik datangnya kemudahan).
- Kedua;
Sungguh tidak adil jika orang yang sengaja tidak puasa dengan tanpa uzur, hanya
dibebani membayar hutang puasanya dengan tanpa dibebani fidyah.
Atau
orang yang bepergian (di mana kondisi saat ini sangat nyaman sehingga tidak
terasa berat), cukup dibebani membayar hutang puasa tanpa harus membayar fidyah.
Sedangkan
wanita hamil dan menyusui yang tidak berpuasaa disebabkan adanya uzur, dikenai beban
tambahan yakni membayar fidyah disamping wajib membayar hutang puasanya.
Yang Arjah (Paling Benar) Dalam Masalah Hukum Puasa Bagi Perempuan Hamil Dan Menyusui
:
Pendapat
saya, yang arjah (paling kuat dan benar) dan sesuai dengan dalil serta prinsip
keadilan syari’at berkaitan dengan kewajiban perempuan hamil dan menyusui
adalah; Mereka boleh tidak berpuasa dan sebagai gantinya salah satu dari dua
pilihan berikut :
1.
Membayar fidyah dengan tanpa harus berpuasa
Berdasar zahirnya ayat;
Berdasar zahirnya ayat;
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ
طَعَامُ مِسْكِينٍ.
“Orang yang kuat berpuasa boleh tidak berpuasa dengan membayar fidyah
memberi makan orang miskin.[1]”
Walaupun secara umum ayat tersebut
dimansuhkh dengan ayat berikutnya; “Siapa saja yang menjumpai bulan
Ramadhan wajib berpuasa”[2],
namun ayat tersebut tidak mansukh
bagi empat golongan yaitu; orang lelaki tua, orang perempuan tua, wanita hamil
dan menyusui, sebagaimana penjelasan Ibnu Abbas;
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: {وَعَلَى الَّذِينَ
يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ}، قَالَ: «كَانَتْ رُخْصَةً لِلشَّيْخِ الْكَبِيرِ،
وَالْمَرْأَةِ الْكَبِيرَةِ، وَهُمَا يُطِيقَانِ الصِّيَامَ أَنْ يُفْطِرَا، وَيُطْعِمَا
مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا، وَالْحُبْلَى وَالْمُرْضِعُ إِذَا خَافَتَا».
Dari Ibnu Abbas “Dan atas
orang-orang yang mampu berpuasa (boleh tidak berpuasa dan) membayar fidyah memberi
makan kepada orang miskin”; Ayat ini adalah ruhshah (keringanan) bagi orang orang
lelaki tua, orang perempuan tua, yang sebenarnya keduanya masih mampu berpuasa,
mereka tidak berpuasa dan memberi makan kepada satu orang miskin sebagai
gantinya puasa satu hari, demikian pula dengan wanita hamil dan menyusui”[3]
2.
Membayar hutang puasanya dengan berpuasa, tanpa harus membayar fidyah;
Dalam
hal ini kedudukan wanita hamil dan menyusui disamakan dengan; orang yang sakit
atau bepergian, sebagaimana maksud
hadits di bawah ini :
عَنْ أَنَسٍ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «إِنَّ اللهَ وَضَعَ عَنِ
الْمُسَافِرِ نِصْفَ الصَّلَاةِ وَالصَّوْمَ، وَعَنِ الْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ».
“Dari
Anas dari Nabi Saw beliau bersabda; Sesungguhnya Allah telah meletakkan (menghapus
hukum wajib) dari musafir setengah shalat dan puasa dan dari perempuan hamil dan
perempuan menyusui.[4]”
Pendapat
ini juga menjadi qaul (fatwa) sebagian ulama diantaranya adalah Hasan
al-Bashri dan Ibrahim[5].
Wallahu
A’lam
No comments:
Post a Comment