Soal: Mohon
penjelasan berkaitan dengan waktu berbuka di pesawat, saat kami bepergian untuk
melaksankan ibadah umrah di bulan Ramadan, pesawat kami berangkat dari
Singapura petang hari (sekitar jam 15.00 waktu Singapura). Saat berbuka di
Singapura adalah pukul 19.10, namun kami diberi tahu bahwa saat berbuka puasa
di Jeddah sebagai airport destinasi adalah pukul 23.50. (waktu Singapura).
Ketika
jam menunjukkan pukul 19.10 (waktu Singapura) saat itu pesawat kami masih berada di wilayah yang matahari masih
tinggi. Sebagian besar dari kami tetap meneruskan puasa hingga tiba di Jeddah,
namun ada dua orang yang berbuka ketika jam menunjukkan tepat pukul 19.10 (waktu
Singapura).
Yang
menjadi persoalan adalah manakah yang lebih benar untuk diamalkan, tetap
berpuasa hingga tiba di Jeddah ataukah berbuka sesuai dengan saat berbuka di
Singapura ?
Jawab: Permasalahan yang
terkandung di dalam pertanyaan anda ini adalah termasuk permasalahan fiqih
kontemporer yang tidak akan dijumpai jawabannya di dalam hasil ijtihad atau fatwa para ulama fiqih
klasik. Dalam masalah tersebut
sebenarnya ada dua pilihan yaitu :
1.
Membatalkan puasa, dan menqadha’nya setelah bulan Ramadhan sebab musafir
adalah golongan yang secara tegas dinyatakan oleh Allah swt mendapat
kemurahan untuk tidak berpuasa.
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ
مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ.
“Maka barangsiapa diantara kamu ada
yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”[1]
2.
Berbuka pada saat jam menunjukkan waktu berbuka di Singapura sebagai tempat dia
memulai berpuasa yaitu pukul 19.10 (waktu Singapura), hal ini sesuai dengan
fatwa ulama bahwa orang yang tinggal di Negara yang terbit dan tenggelamnya
matahari selama enam bulan sekali seperti di daerah kutub maka jadwal puasa dan
shalat umat Islam di sana hendaklah mengikuti jadwal shalat dan puasa penduduk
negeri terdekat yang terbit dan tenggelamnya matahari normal[2].
3.
Adapun amalan tetap berpuasa dan berbuka di destinasi (hingga pukul 23.30 (waktu
Singapura) adalah amalan yang tidak ada sandaran dalilnya walaupun banyak orang
yang mengerjakan (ingat; jangan sekali-kali menyandarkan kebenaran dari banyaknya orang yang melakukan) sebaliknya
perbuatan tersebut mengandung beberapa kelemahan, sebab konsekwensi dari amalan
ini antara lain adalah:
-
Bertentangan dengan prinsip kemudahan yang dikehendaki oleh Allah swt :
يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ
الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ.
“Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”[3]
-
Bertentangan dengan sunnah menyegerakan berbuka sebagaimana yang dicontohkan
oleh Rasulullah saw :
عَنْ سَهْلِ بْنِ
سَعْدٍ: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «لاَ يَزَالُ
النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الفِطْرَ».
“Dari Sahl
bin Sa’d, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Tidak henti-hentinya manusia
di dalam kebaikan selagi mereka mensegerakan berbuka.”[4]
- Jika
destinasi orang yang bepergian adalah ke Eropa maka tidak menutup kemungkinan
bahwa dia tidak berbuka hingga jam 02.00 (waktu Singapura) pagi keesokan
harinya, sebab menunggu saat berbuka yaitu terbenamnya matahari, sedangkan
matahari terus tidak terbenam, sebab “peredaran” matahari terus mengikuti perjalanan
pesawat tersebut (ke arah barat).
- Jika
destinasi orang yang bepergian tersebut adalah ke kutub utara, maka tidak menutup
kemungkinan bahwa dia tidak berbuka hingga berbulan-bulan kemudian. Allahu a’lam
No comments:
Post a Comment