Tuesday, June 25, 2013

YAS'ALUNAK

HUKUM PUASA RAMADHAN BAGI MUSAFIR YANG MENETAP BEBERAPA HARI DI DESTINASI PERJALANANNYA

Soal : Ustaz di dalam bulan Ramadhan saya mendapat tugas selama tiga minggu di luar negara, apakah selama di luar negara itu saya boleh berpuasa dan menqashar shalat ? dan apakah saya wajib melaksanakan shalat jumat ?

Jawab : Mengenai qasahr shalat tidak diragukan lagi bahwa selama masih berstatus musafir anda diperbolehkan untuk mengqashar shalat, berdasarkan dalil;
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهَا قَالَتْ: «فُرِضَتِ الصَّلَاةُ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ، فَأُقِرَّتْ صَلَاةُ السَّفَرِ، وَزِيدَ فِي صَلَاةِ الْحَضَرِ»
“Dari Aisyah isteri Nabi saw, sesungguhnya dia berkata; Shalat (fardhu) saat pertama diwajibkan adalah hanya dua rakat saja baik di rumah maupun di dalam bepergian, kemudian (dua rakaat tersebut) ditetapkan untuk shalat dalam keadaan safar (bepergian) dan ditambah untuk shalat di rumah.” HR. Muslim (K. Shalah al-musafirin wa qashriha) : 685.

Demikian pula dengan shalat jumat sebagai musafir anda tidak terkena kewajiban shalat jum’at.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «لَيْسَ عَلَى الْمُسَافِرِ جُمُعَةٌ»
Dari Ibnu Umar dari Nabi saw, beliau bersabda; Tidak ada kewajiban shalat jum’at bagi musafir.” HR. Ad-Daruquthni (K. Shalah) : 1582.

Adapun mengenai puasa maka melihat situasi di tempat anda bertempat, dan jenis pekerjaan anda, jika di tempat itu anda mendapat kemudahan-kemudahan layaknya di rumah sendiri, seperti kemudahan tempat tinggal, kemudahan tersedianya bahan makanan dsb, termasuk jadwal kerja dan jenis pekerjaan yang tidak terlalu berat seumpama pekerjaan di negeri sendiri maka tidak syak lagi bahwa anda tetap wajib melaksanakan puasa dengan beberapa sebab :

1. Siapa saja mukallaf (orang Islam yang balligh dan berakal) yang dalam kondisi mampu menjumpai bulan Ramadhan maka dia berkewajiban berpuasa, berdasarkan firman Allah;
" فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ"
Barang siapa di antara kalian yang menjumpai bulan Ramadhan maka dia hendaklah (wajib) berpuasa.” QS. Al-Baqarah : 185.

2. Uzur yang membolehkan seorang mukallaf untuk tidak berpuasa adalah jika adanya perkara-perkara yang membuat dia tidak mampu untuk melaksanakan puasa tersebut, seperti usia tua, wanita hamil, wanita yang menyusui, orang yang sakit dan orang yang sedang bepergian. Di dalam kasus orang yang bepergian Allah menyebutnya dengan istilah;au alaa safar (atau atas keadaan safar), Oleh imam Ibnu Katsir dijelaskan maksudnya adalah;fi haalati as-safar” (saat masih diperjalanannya). Hal ini dikarenakan beratnya perjalanan itu, bukan ketika sudah bertempat di destinasi perjalanannya.” QS. Al-Baqarah : 185.

3. Tujuan Allah memberi keringanan bagi musafir untuk tidak bepuasa karena Allah ingin memberi kemudahan bagi kita umat Islam yang sedang dalam bepergian agar tidak terbebani kewajiban yang diluar kemampuan, dalam hal ini Allah berfirman;
يُرِيدُ اللهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ
Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan Allah tidak menghendaki kesukaran dan (diberi kesempatan membayar puasa Ramadhan di bulan lain itu) agar kalian tetap dapat menyempurnakan hitungan puasa.” QS. Al-Baqarah : 185.

Bukan untuk ifrath (memudah-mudahkan urusan agama) atau taladzudz (mencari kelezatan semata).

4. Bulan Ramadhan adalah bulan istimewa, bulan yang Allah memerdekakan beberapa orang dari ancaman api neraka maka sungguh rugi jika kita mencari-cari alasan untuk tidak berpuasa sedangkan kita mampu untuk melakukannya, mengenai keistimewaan bulan Ramadhan tercermin dari hadits di bawah ini ;
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ، وَمَرَدَةُ الجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ، فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الجَنَّةِ، فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ: يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ، وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَللهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ، وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ"
Dari Abi Hurairah ra dia berkata, Rasulullah saw bersabda; Ketika msauk awal malam bulan Ramadhan, maka setan-setan dan jin yang liar diikat, pintu-pintu neraka dikunci sehingga tidak ada satupun pintunya yang terbuka, pintu-pintu surga dibuka sehingga tidak ada satupun pintunya yang terkunci, dan ada orang (Malaikat) yang berseru; Wahai pencari kebaikan kemarilah dan wahai pencari kejelekan (maksiat) berhentilah, dan (di bulan Ramadhan) Allah memerdekakan orang-orang (tertentu) dari neraka, demikian itu setiap malam.” HR. At-Tirmidzi : (Abwabu as-Shaum) : 682. Tahqiq al-Albani : Shahih.

Namun jika tugas anda di luar Negara tersebut tidak didukung dengan kemudahan-kemudahan yang memungkinkan anda untuk berpuasa ditambah lagi dengan jenis pekerjaan yang berat maka anda termasuk musafir yang mendapat rukhshah (kemurahan) untuk tidak berpuasa.

Jika merujuk fatwa para ulama’ mutaqaddimin dan kitab-kitab fiqih klasik memang kita jumpai umumnya mereka membolehkan orang yang berstatus musafir untuk tidak berpuasa selama belum kembali ke rumahnya.

Hal ini kemudian disalah-fahami oleh segelintir orang yang senang bertafrith di dalam urusan agama, sebagai contoh ada satu keluarga dari sebuah pesantren di Indonesia yang sengaja holiday ke Singapura, di Singapura mereka menginap di tempat penginapan yang layak dengan fasilitas cukup baik dan oleh tuan rumah disediakan makan dan minuman untuk sahur dan berbuka.

Namun sungguh menyedihkan selama beberapa hari di Singapura mereka sengaja tidak berpuasa, karena menurut mereka sebagai musafir mereka mendapat kemurahan untuk tidak berpuasa, sehingga mereka bisa enjoy shopping di Orchard road, menghabiskan hari dari pagi hingga petang di Universal studio, Siloso Beach Sentosa dll.

Sungguh fenomena yang sangat menyedihkan, sebab ini bisa menjadi sunnah sayyi’ah (contoh yang buruk), bayangkan jika sebagian besar umat Islam kemudian memilih bulan Ramadhan untuk Holiday, ada yang ke Eropa, ada yang ke Amerika, Korea, Thailand dsb dan umumnya mereka tidak berpuasa karena berpegang atas fatwa para ulama tempo dulu serta kitab-kitab fiqih klasik maka apa jadinya dengan umat Islam di masa mendatang ? tidak menutup kemungkinan jika kemudian Ramadahan hanya dikenal sebagai salah satu dari nama bulan-bulan Islam saja, tanpa ada amalan puasanya, wa al-iyadzu billah.

Para ulama terdahulu tidak salah ketika memberi fatwa seperti itu, bahwa musafir walaupun sudah beberapa hari menetap di destanasinya mendapat  kemurahan untuk tidak berpuasa, disebabkan situasi pada saat itu umumnya musafir akan menjumpai kesulitan-kesulitan yang banyak berkaitan dengan tempat tinggal, keperluan makan minum dsb, sekalipun dia bertempat di destinasi perjalanannya itu.

Berbeda dengan situasi sekarang yang walaupun tidak di rumah sendiri, seorang musafir walaupun di luar Negara namun pada umumnya menjumpai kemudahan-kemudahan layaknya di rumah sendiri, seperti tinggal di hotel atau tinggal (menginap) di rumah teman atau saudara yang memungkinkan tersedianya kemudahan-kemudahan seperti di rumah sendiri.


Termasuk bagi orang yang melaksanakan ibadah umrah di bulan Ramadhan yang umumnya tinggal di hotel dan mendapat fasilitas serta kemudahan jauh lebih baik daripada di rumah sendiri maka tidak syak lagi bahwa dia tetap wajib melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Wallahu a’lam.

No comments:

Wasatiyyah Concept

Wasatiyyah is a moderate concept in Islamic practice. The word wasatiyyah is derived from the word wasatan (وسطا) found in the Qur'an...