Saturday, July 6, 2013

Adab Ikhtilaf I


Perselisihan dan perbedaan pendapat merupakan salah satu sunnatullah atas manusia. Dari sejak zaman Nabi Adam As hingga kelak datangnya hari kiamat manusia telah, sedang dan senantiasa akan berselisih atau berbeda pendapat, hal ini sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Allah di dalam al-Qur’an;

Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka Senantiasa berselisih pendapat. kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk Itulah Allah menciptakan mereka[1].”

Sebagimana kita maklum bahwa perselisihan dan perbedaan pendapat tidak hanya terjadi di kalangan umat manusia secara keseluruhan, namun juga terjadi di kalangan umat Islam secara khusus sebagai golongan yang terpilih, walaupun Allah telah memilih mereka (diberi karunia agung berupa hidayah) diantara sekian banyak umat manusia, sehingga mereka bersatu dalam persaudaraan iman;

”Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara[2].

Namun ternyata hidayah yang telah mempersatukan hati mereka itu, tidak juga dapat menghindarkan mereka (umat Islam) dari perbedaan dan perselisihan, sebab pada hakikatnya hanya Allah sajalah yang mampu melakukan itu;

Dan (Allah lah) yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha gagah lagi Maha Bijaksana[3].”


Perselisihan Mazhab

Sejarah telah mencatat bahwa perbedaan mazhab jika tidak disikapi dengan penuh kesantunan ternyata bukan hanya sekedar memecah-belahkan umat Islam, namun lebih jauh dari itu, sikap ini dapat menjadi penghalang bagi orang-orang non muslim untuk masuk Islam, syaikh Albani rahimahullah di dalam muqaddimah kitab Sifat Shalat Nabi Saw mengutip kisah nyata yang terdapat di dalam kitab Hidaayati Shulthan Ilaa Muslim Bi al-Jaban karya Muhammad Shulthan Ma’sumi:

”Ada sebuah pertanyaan yang diajukan kepada saya oleh dua orang muslim bangsa Jepang dari kota Tokyo dan Osaka Jepang Timur yang isinya apakah hakikat agama Islam itu ? apakah makna mazhab itu ? apakah orang harus mengikuti salah satu mazhab empat untuk menjalankan Islam ? apakah seseorang harus mengikuti mazhab Malik, atau Hanafi atau Syafii atau yang lain atau sama sekali tidak ?.”

Sebab di sini telah terjadi perselisihan yang hebat dan perdebatan yang sengit. Ketika ada beberapa orang Jepang yang berpikir jernih hendak masuk Islam, mereka datang ke salah satu organisasi Islam yang ada di Tokyo. Sekelompok muslim India menyatakan kepada mereka agar mereka (orang Jepang tersebut) memilih mazhab Hanafi karena beliau adalah pelita umat. Akan tetapi sekolompok orang dari Indonesia (Jawa) mengharuskan mereka mengikut mazhab Syafi'i.

Ketika orang-orang Jepang ini mendengar pernyataan mereka, benar-benar mereka merasa heran dan menjadi bingung untuk mewujudkan keinginannya[4]. 

Allah Swt telah mengingatkan bahwa perselisihan dan perbedaan pendapat yang berlebih-lebihan hanya akan membuat umat Islam menjadi lemah dan hilang kekuatannya. 

”Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Rasulullah Saw juga telah mengingatkan kepada kita agar umat Islam tidak hanya besar jumlahnya namun ternyata keropos tidak mempunyai kekuatan akibat larut dalam perselisihan;

عَنْ ثَوْبَانَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: يُوشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ قَالَ: بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيَنْزَعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ، الحديث. رواه أبو داود : ٣/١١١
“Dari Tsauban dia berkata, Rasulullah Saw bersabda: Hampir tiba masanya umat-umat (kafir) saling mengajak diantara mereka untuk mengalahkan kalian (umat Islam) sebagaimana orang-orang yang makan sailng mengajak (mempresilahkan) pada piringnya, seseorang bertanya; Apakah karena jumlah kita saat itu sedikit ? Rasulullah menjawab: Bahkan jumlah kalian saat itu banyak, akan tetapi kalian ibarat buih seperti buihnya banjir, niscaya Allah akan mencabut rasa takut terhadap kalian dari dada musuh kalian[5].”


Bersambung …




[1] QS. Huud : 118-119.
[2] QS. Ali Imran : 103.
[3] QS Al-Anfal : 63
[4] Al-Albani, Muhammad Nashiruddin, Sifat Shalat Nabi Saw, Media Hidayah, Jogja karta, 2000, h. 76-78
[5] HR. Abu Dawud : 3/111. Syaikh Albani: Shahih.

No comments:

Wasatiyyah Concept

Wasatiyyah is a moderate concept in Islamic practice. The word wasatiyyah is derived from the word wasatan (وسطا) found in the Qur'an...