Friday, July 12, 2013

Hukum Membaca al-Qur'an bagi Wanita yang Haid atau Nifas


Soal: Apakah hukum perempuan yang haidh atau nifas membaca al-Quran ?

Jawab: Di dalam  masalah ini para ulama’ terbagi di dalam tiga pendapat yang berbeda; Pertama; Melarang sama sekali. Kedua; Membolehkan dengan syarat membacanya tidak bertajuid. Ketiga; Membolehkannya dengan tanpa syarat.

Dari tiga pendapat tersebut menurut hemat saya yang arjah (paling rajih atau benar sebab paling kuat hujjahnya) adalah pendapat yang ketiga yaitu; Perempuan yang haidh atau nifas boleh membaca al-Qur’an dengan tanpa syarat. Kebolehan ini didukung oleh beberapa sebab, antara lain adalah;

Pertama; Membaca al-Qur’an dan dzikrullah adalah termasuk  ibadah yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul, serta disediakan ganjaran yang besar bagi orang yang melakukannya, oleh itu siapa saja yang melarang atas kondisi tertentu misalnya haidh atau nifas maka dia perlu mendatangkan dalillnya.

Kedua; Tidak ada satupun dalil yang  qath'iy yang melarang wanita haidh atau nifas dari membaca al-Qur’an, termasuk hadits;

عَنِ ابْنِ عُمرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ: «لَا يَقْرَأُ الْجُنُبُ وَالْحَائِضُ شيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ».
Dari Ibnu Umar dia berkata, Rasulullah Saw bersabda; Orang yang junub dan orang yang haidh tidak boleh membaca sesuatu dari al-Qur’an.”[1]

Hadits di atas kedudukannya mungkar (dhaif) atas sebab wahm (tidak jelas)nya perawi yang bernama Isma’il bin Ayyasy. [2]

Catatan; Larangan membaca sesuatu (ayat) dari al-Qur’an bagi orang yang junub yang terdapat di dalam matan hadits tersebut, juga jelas-jelas bertentangan dengan hadits shahih riwayat al-Bukhari[3] yang menceritakan perbuatan Rasulullah Saw mengirim surat kepada kaisar Romawi; Heraklius (Hiraqla), yang di dalam surat tersebut terdapat ayat al-Qur’an;

يَا أَهْلَ الْكِتابِ تَعالَوْا إِلى كَلِمَةٍ سَواءٍ بَيْنَنا وَبَيْنَكُمْ، الآية.
"Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, dst.”[4]

Sedangkan Hiraklius sebagai orang kafir, yang tidak diragukan lagi bahwa statusnya adalah senantiasa dalam keadaan junub.

Ketiga; Demikian pula dengan yang membolehkan wanita haid atau nifas membaca al-Qur’an dengan syarat membacanya tidak bertajuid, pendapat ini jelas bertentangan dengan perintah Allah agar membaca al-Qur’an dengan tartil  (sesuai dengan kaidah-kaidah  ilmu tajuid), firman Allah;

وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا
Dan bacalah al-Quran itu dengan tartil (bertajuid).”[5]

Atas sebab-sebab di atas, maka tidak ada alasan yang shahih untuk melarang wanita haidh atau nifas dari membaca al-Qur’an, sama ada larangan yang bersifat mutlak ataupun yang membolehkan dengan syarat. Wallahu A’lam.




[1] HR. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah (Kitab at-Thaharah Wa Sunaniha) : 1/196.
[2] Lihat; Al-Ilal Wa Ma’rifatu ar-Rijal Li Ahmad: 3/381 dan Al- Ilal al-Hadits Li Ibni Abi Hatim : 1/574.
[3] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Kitab Bad’i al-Wahyi) : 1/8.
[4] QS. Ali Imran (03) : 64.
[5] QS. Al-Muzzammil (73) : 4.

No comments:

Wasatiyyah Concept

Wasatiyyah is a moderate concept in Islamic practice. The word wasatiyyah is derived from the word wasatan (وسطا) found in the Qur'an...